Sabtu, 23 Maret 2013

From VINCI with LOVE


Leonardo Da Vinci lahir di kota Vinci, Italia pada tahun 1452. Ia adalah seorang arsitek, musisi, pelukis, pematung, ahli anatomi, ahli astronomi, dan ahli dalam membuatku hatiku jatuh cinta pada karyanya. *aseeek. Da Vinci adalah wujud nyata dari apa yang disebut sebagai ‘sesuatu yang nyaris sempurna’. Ia adalah seorang jenius yang memberikan banyak sumbangsih dalam berbagai hal. Ia adalah orang pertama yang menggambarkan sketsa konstruksi pesawat terbang. Namun, teknologi di zaman itu masih belum maju sehingga belum ada yang dapat mengembangkan sketsa Da Vinci tersebut. 

Salah satu karyanya yang berjudul The Vitruvian Man, adalah gambar tubuh seorang manusia yang tegak sambil merentangkan tangan. Da Vinci diketahui sangat suka mempelajari anatomi. Ia senang pergi malam-malam ke kuburan, membongkar kuburan orang yang gak dikenal, mengambil mayat dan kemudian mayatnya dibedah untuk mengetahui isi tubuh manusia. Konon, saking keponya terhadap anatomi manusia, seumur hidupnya Da Vinci sudah membedah 30 mayat. TIGA PULUH MAYAT! Lebih banyak daripada korban Rian si Tukang Jagal. Ckckck.

Tapi, Da Vinci bukan psikopat, bukan pula kolektor mayat, apalagi buaya darat *apaan ini*. Dia membedah mayat, bukan orang. Dan dia melakukan itu semua demi ilmu pengetahuan. Selain itu, ia ingin melukis tubuh manusia sedetail mungkin hingga menyerupai aslinya. Intinya, dia adalah orang yang gak setengah-setengah dalam melakukan pekerjaannya.

Karyanya yang paling terkenal adalah Monalisa. Monalisa adalah gambar seorang wanita yang tengah tersenyum. Katanya eh katanya, wajah wanita itu adalah wajah Da Vinci sendiri tapi dipindah-genderkan. Ada pula yang bilang bahwa wanita di lukisan itu adalah istri seorang pedagang. Terlepas dari berbagai macam butiran debu (rumor maksudnya), Monalisa merupakan puncak atas segala kemampuan melukis Da Vinci. Ia melukis Monalisa dengan teknik tingkat tinggi dan sangat sulit yang bernama sfumato. Teknik ini membuat lukisan nampak terlihat berkabut dan agak mengabur. Selain itu, yang menonjol dari lukisan ini adalah pencahayaan dan detail gambar yang harmonis. Pokoknya, lukisan ini gak main-main pembuatannya. Wanita dalam lukisan itu tengah tersenyum dan senyum itu yang selalu menjadi cerita karena begitu misterius dan membuat penasaran yang melihatnya. Monalisa kini terpajang dengan manis di Museum Louvre, Paris. 

Andai aku ada di zaman dia hidup, dia pasti melukis wajah aku, gak bakalan Monalisa. Mungkin bakal begini deskripsinya.

Karyanya yang paling terkenal adalah Nonanisa. Nonanisa adalah lukisan bocah gadis yang lagi nyengir.  Katanya eh katanya, wajah bocah itu adalah wajah Da Vinci sendiri tapi dipindah-genderkan. Ada pula yang bilang bahwa bocah di lukisan itu adalah gadis hiperaktif yang salah masuk jurusan kuliah. Terlepas dari berbagai macam butiran debu (rumor maksudnya), Nonanisa merupakan puncak atas segala kemampuan melukis Da Vinci. Ia melukis Nonanisa dengan teknik tingkat tinggi dan sangat sulit yang bernama ABSTRAK. Teknik ini membuat lukisan nampak amat jauh berbeda dengan aslinya karena bertujuan untuk menyembunyikan bentuk asli objek lukisan *malang banget*. Selain itu, yang menonjol dari lukisan ini adalah pencahayaan dan detail gambar yang asimetris (?). Pokoknya, lukisan ini nggak main-main pembuatannya. Bocah di lukisan itu tengah nyengir dan cengirannya itu selalu menjadi bahan ejekan karena begitu konyol dan membuat stres orang yang melihatnya. Nonanisa kini terpajang dengan malang di kantor kepala Desa Bojong Kenyot, Antahberantah.

*deskripsi sadis*
Lanjut ke Vinci... 

Monalisa adalah lukisan yang paling terkenal, paling ingin dilihat, paling banyak dibuat lagu tentangnya, paling banyak dibuat karya sastra tentangnya, dan paling banyak karya parodinya. Monalisa adalah sebuah mahakarya. Karena itu segala tentangnya akan terus abadi sepanjang masa.   

Da Vinci adalah seorang Maestro. Dia menciptakan karyanya dengan sepenuh hati. Dia ingin karya yang dihasilkannya sangat indah dan mendekati aslinya. Salah satu tujuannya adalah Tuhan. Ia ingin berkarya dengan sempurna agar bahkan Tuhan pun bisa memuji karyanya. Dan prinsip itulah yang membuat keagungan karya-karyanya begitu tak ternilai.

Cinta. Da Vinci membuat segenap karyanya dengan cinta.

Cinta. Hanya itu bumbu paling tepat untuk membuat masakan enak, untuk membuat lagu yang merdu, untuk membuat puisi yang indah, untuk membuat lukisan yang agung, atau bahkan untuk membuat kehidupan ini menjadi penuh sukma. Aku sebagai bocah yang sedang berkembang menuju kedewasaan, ingin bisa memegang prinsip Da Vinci dalam setiap langkah perjuanganku. Melakukan segalanya sepenuh hati, gak setengah-setengah, kerja keras terus, dan tak lupa diiringi cinta. Karena hanya dengan memegang prinsip semacam itulah, segala yang aku lakukan gak akan sia-sia bahkan di mata Tuhan. Dilihat dari tipe jiwaku yang rada-rada gak ngerti kejamnya hidup, pasti awalnya semua akan sulit untuk diwujudkan. Tapi, aku berharap semua orang di sekelilingku bisa menjadi stimulan untuk bisa mendorongku menjadi lebih maju lagi.

From Vinci with Love, Do the best with Love.

Jumat, 15 Maret 2013

Ae Ea


Aku posting tulisan ini untuk seseorang yang dulunya hanya teman, tapi kini udah jadi salah satu saudari aku yang paling berharga. Namanya Ae atau Nuy atau Nurul atau Dwi atau apalah arti sebuah nama.

Dia belakangan ini jadi orang yang benar-benar inspiratif buat aku. Lebih tepatnya, orang yang galak banget buat aku. Emang sih akunya pantas digalakin. Soalnya aku lagi belagu banget, mentang-mentang masih awal semester, nyantai banget sama tugas. Baru inget tugas tuh H min beberapa jam. Kan kece tuh? Iya kece ributnya. Ribut nanyain anak-anak yang lain tugasnya kayak apa. Dan kalau mereka berbaik hati, mungkin mau memberi lihat tugasnya ke aku. Dan disinilah si Ae ini beraksi. Ngegampar aku dengan kata-kata sadisnya tentang tugas kuliah, ngerobek hatiku dengan cercaannya tentang nilai di transkrip, dan kalau mungkin, bisa memutilasiku dengan hardikannya tentang cinta *loh?. Iyaaa cinta orang tua kita yang telah membiayai kuliah anak-anaknya. Mikirnya pasti aneh-aneh.

Aku awalnya jujur rada sebel digalakin begitu. Karena sebelumnya belum pernah ada yang segalak itu ngingetin aku sama tugas kuliah. Mikirnya aku tuh, “nih orang mentang-mentang udah beres tugas, enak banget marah-marahin orang” *hehe maap ya ae*. Tapi emang ya anak songong macam aku ini bakal dapet akibatnya. Akhirnya, hidupku jadi gak tenang karena terus dikejar deadline tugas. Yang lain udah mulai belajar terstruktur, aku masih ricuh ngerjain tugas dosen. Jadinya, tiap di kelas aku jadi gak inget apa materi terakhir yang dosen kasih, jadinya gak sinkron dengan materi baru yang ada. Jadinya aku gak menemukan kemajuan di belajar aku. Jadinya aku galau. Hualah.  
Dan aku gak seneng dengan pola kuliah seperti itu. Itu bukan nyari ilmu namanya. Tapi nyari aman asal tugas beres semua. Yang kerasa cuma jadi robot yang tahu kata ini kata itu tapi gak tahu esensinya. *jiaaaah esensi !

Disaat bimbang, gundah dan gulana seperti itu, Ae datang dengan makiannya, dengan amukannya, yang di telinga aku serasa menjadi wejangan yang teramat ampuh. Iya bener banget kata-kata kamu Ae. Jangan sia-siain waktu. Bahwa kita adalah mahasiswa, bahwa kita sudah menjadi maha-nya para siswa, dan kita harus maha-hebat untuk menguasai medan tempat kita mencari ilmu.

Awalnya aku ga ngerti kenapa Ae sepeduli itu sama kuliah aku dan begitu keras untuk ngingetin aku akan belajar, yang bahkan aku dulu gak peduli sama tugas kuliah dia. Tapi aku emang gak mengerti apa yang telah dia alami, apa yang telah dia rasakan. Aku gak merasakan bagaimana dunia ini telah begitu tega menyalibnya dulu. *disalib? Buset.
Ae begitu menghargai waktu, karena dia tahu rasanya menunggu sekian waktu untuk bisa bertemu dengan aku dan anak-anak yang lain di kampus ini.
Ae begitu peduli sama aku sebagai kawannya, karena dia tahu rasanya kehilangan seperangkat orang-orang tempat dia dulu mencurahkan hampir separo hidupnya.

Dan sialnya, aku gak pernah ngerasain itu.
Maka sialnya, aku gak pernah menghargai Ae.

Dulu begitu. Karena aku gak tahu apa-apa.
Tapi setelah akhirnya kami telah cukup dekat, Ae menceritakan semuanya. Tentang masa SMA-nya, tentang pendidikannya, tentang sosialnya, tentang cintanya, dan banyak lagi. Bagaimanapun begitu berlika-liku masa lalu yang dia alami, satu hal yang paling menonjol dari keseluruhan cerita dramatis itu adalah : betapa dia begitu sabar melalui itu semua, hanya terus berjuang keras untuk menjadi lebih baik setiap harinya tanpa melihat bahwa dunia setiap hari mengecilkan dia.

Kalau aku jadi Ae, kalau aku yang mengalami itu semua, aku gak akan tinggal diam. Bakal aku mutilasi dan sobek-sobek orang-orang itu, bakal aku bakar semua orang-orang yang menghinaku, pokoknya gak akan aku biarkan mereka bernafas diatas kesengsaraanku! *kok aku sadis banget ya*

Itu yang gak aku ngerti dari Ae. Dia hanya sabar, berdo’a, dan bergerilya. Belajar terus, ibadah terus, dan tabah sampai akhir. Dan akhirnya Allah mengabulkan do’a-do’a dia, menurutku itu adalah suatu titik sakral dimana kesabaran seseorang telah lulus uji.

Suer, aku pengen nangis pas denger cerita hidupnya.
Gak ngerti. Gak nyangka. Gak paham. Gak gak gak.

Dan perasaan ini seketika subur dan ranum. Aku menyayangi dia. Aku seneng kalau Ae marah-marah sama aku, karena isinya emang ngingetin aku semua. Tapi jangan dimarah-marahin terus juga, serem tau. Hehe.

Aku ingin mendo’akan yang terbaik buat Ae. Semoga tercapai segala apa yang dia cita-citakan. Semoga Allah selalu melindunginya dalam mencapai itu semua, dan dia tetap berjalan di jalan yang Allah ridhoi. Harapan aku buat diriku sendiri, ga usah kayak Ae yang sering marahin orang, tapi cukup punya kesabaran kayak dia dalam menghadapi gundukan masalah. Karena ditempa dengan itulah, seseorang bisa melihat hidup dari sudut pandang yang lebih luas lagi. 

Dan terutama, aku berharap gak akan pernah kehilangan dia sebagai.. saudari, sahabat, kakak, tukang ngegebuk, tukang nyindir dan tukang ngasih makan. hehehe 
Love you Ae, more and more... :) 


Aku dan Ae 


Rabu, 13 Maret 2013

Hitam, Putih, Warna-Warni: Nasib Pemuja Rahasia Bag.2

Hitam, Putih, Warna-Warni: Nasib Pemuja Rahasia Bag.2: 2 Maret 2013, Pukul 19:00 WIG (Waktu Indonesia bagian Galau) Sabtu malam ini adalah malam paling kontradiksi antara gue dan Adil. Gue ...

Rabu, 09 Januari 2013

Makhluk TERKECE


Dalam hidupku yang datar ini, gak ada manusia yang sanggup ngalahin INDUNG aku (bahasa sunda dari ‘IBU’), setidaknya bagi diriku sendiri karena dia yang paling memberi andil membuat hidup aku jadi sering jungkir balik. Beliau adalah orang tercerewet binti tergalak yang pernah aku tahu. Satu-satunya manusia yang mengeluarkan suara 12 oktafnya bukan saat menyanyi, tapi saat nge’bully’ anak-anaknya. Teknik ‘head vocal’ yang beliau pake bener-bener bikin kepala anak-anaknya macam aku ini pening kepala. Tapi anehnya, konsep tercerewet binti tergalak yang begitu unik ini malah tercetak menjadi “tersayang dan tak pernah terlupakan” dalam hatiku. Bentakan-bentakan berkekuatan 20000,01 hertz yang ia nyanyikan malah menyuburkan benih-benih sayang dalam hatiku. Pergi jauh darinya adalah malapetaka yang akan membuatku terserang penyakit akut bin kronis bin sekarat bin dan jun (eh, jin dan jun ya. hehe) *apaan sih
Eh, balik lagi.
Iya.. pergi jauh dari seorang malaikat yang telah mempertaruhkan nyawanya demi membuatku lahir ke dunia ini sehingga aku berkesempatan melihat gantengnya Tom Cruise adalah sebuah malapetaka yang akan membuatku..............akan selalu merindukannya. Ibuku selalu mendoktrin anak-anaknya bahwa dia itu lemah. Bahwa dia butuh perhatian kami, kuli-kulinya. (eh, baby-babynya maksudnya. Ehhehe). Pada mulanya, aku kesal juga dengan sikap posesif ibuku ini. ikut ini gak boleh, ikut itu gak boleh, mau ini gak boleh mau itu gak boleh, ngasih ini gak boleh ngasih itu gak boleh tapi kalo ngasih duit ga apa-apa katanya (tipikal ibu pada umumnya). Tapi lama-lama, kalau yang aku perhatiin, beliau ini strong sekali ternyata, bisa ngangkat beban hidup berkilo-kilo dan bertahan hingga saat ini. Ya.. beliau banyak menerima beban hidup terutama dari anak-anaknya. Aku pernah saking seringnya pulang ke rumah demi minta duit tambahan akhirnya indung aku sampe ngomong ‘ya udah pulangnya jangan sering-sering’. Hiks aku ini emang anak yang matre sama indung aku tapi jadi galau juga kalau malaikat aku itu jadi gak mengharapkan kepulanganku. Hiks hiks
Dia mengaku lemah pada kami hanya agar kami, anak-anaknya, memperhatikannya. Jika salah satu dari kami yang terpuruk, beliau mengulurkan tangan yang paling kuat dan dihangatkan oleh kasih yang tulus untuk menolong kami bangkit. Sungguh, dia jauh lebih kuat dari yang aku bayangkan. Dan kasih yang dia berikan, bener2 nano2. (meski seringnya menunjukkan kasih sayang dengan cita rasa ‘haseum’) itulah yang membuatnya kuat, kamilah yang membuatnya kuat. Dan dia adalah sumber kekuatan kami.
Indung aku adalah malaikat yang multi-talent. Kalau malaikat Roqib dan Atid hanya bisa mencatat amal baik-burukku, indung aku bisa langsung memberikan apresiasi atau eksekusi atas apa yang aku lakukan. Malaikat Ridwan hanya bisa menjaga pintu Surga, indung aku selalu mengajarkanku cara melewati pintu surga. Malaikat Izrail hanya bisa mencabut nyawa, indung aku bisa mencabut uang bulananku. *eh*
Maka, aku menobatkan dia sebagai makhluk terkece yang pernah aku kenal. Dan ini adalah predikat abadi yang aku sematkan pada malaikat satu ini. Selamat ya ibuku tersayang.. love you forever.. hope Allah always keep you at His way..       
She is my adorable mom... the frontiest ! :D

Sabtu, 05 Januari 2013

Yang Tersembunyi


Pertama kali saja
Seorang anak Adam telah begitu mengejutkanku
Atas kebesaran Tuhan yang terpahat di wajahnya
Betapa aku merasa terpuruk
Bahwa Tuhan memiliki rasa seni yang lebih agung
Terhadap apa yang ia ciptakan
Terhadap apa yang aku lihat di hadapanku sekarang
Menimbulkan sesuatu yang bergemuruh gaduh
Hanya bernaung disini, di sudut kalbu ini
Bersembunyi takut, takut yang tertakut
Aku takut
Aku takut
Suatu saat kau temukan benda yang tersembunyi ini
Aku takut
Suatu saat kau remukkan benda yang bersembunyi ini
Aku takut 

Senin, 17 Desember 2012

Kakak Lelakimu


Kau terdiam diantara ratusan orang yang bersorak sorai. Semuanya terasa cepat di matamu. Hari ini, termasuk juga pemilihan walikota siang itu. Kau memang tidak mengerti apa-apa meski kau juga berdiri di sana. Tapi kau merasa tidak senang begitu melihat kakak lelakimu berdiri di atas podium dan semua orang bertepuk tangan. Kakak lelakimu hanya berdiri disana, tidak mengucapkan sepatah kata pun seperti yang dinantikan semua orang. Ayahmu yang berdiri di samping panggung mulai berkeringat dingin dan meneriaki hal-hal yang tidak perlu untuk menyemangati kakak lelakimu. Kau makin tak suka, dan pergi dari tempat itu.
Malam ini, kau tidak keluar dari kamarmu di lantai dua. Ayahmu yang mengadakan pesta besar-besaran, tampaknya tidak peduli apakah kau harus berada di meja makan malam ini atau tidak. Kau mengharapkan hal itu, dan kau tidak ingin keluar dari kamarmu. Kau ingin melindungi dirimu, karena kedepannya kau merasa bahwa akan ada hal mengerikan yang terjadi.
SAUDARAMU BEKERJA, MEMBUNUHMU, DAN SEGALANYA
Kau terjaga. Keringat dingin yang membasahi keningmu, tidak kau seka. Jam dinding menunjukan pukul satu dini hari. Kau duduk sejenak dan kemudian berbaring lagi. Meski jantungmu berdegup kencang, dengan cepat kau ingin terlelap lagi. Tak apa, hanya mimpi biasa. Pikirmu.          
***
“Tolong semuanya diangkat hingga ruangan di sudut itu!” kata ayahmu. Beberapa orang mengangkat sebuah meja besar dan perlahan-lahan membawanya ke sudut ruang yang ditunjuk Ayahmu. Kau keluar dari kamarmu, dan mendapati kakak lelakimu telah berdiri di depanmu.
“Ada apa? Kenapa semalam tidak ikut makan malam?” tanya kakak lelakimu. Kau terdiam dan merasa tak perlu menjawab. Kau berlalu, tapi kakak lelakimu tidak. Ia menahan tanganmu perlahan. Kau menepisnya dengan agak kasar.
“Ada apa, Kiran? Kau tidak senang aku menjadi walikota?” tanyanya lagi. Dengan pertanyaan itu, kau semakin malas menjawab. Kau baru saja memberanikan diri keluar kamar, tapi kakak lelakimu malah membahas hal-hal yang sama sekali tidak ingin kau bicarakan.
Diamlah! Sepagi ini kau sudah bertanya macam-macam. Saranku, sekarang mulailah bekerja. Aku sudah menjadi rakyatmu sekarang. Jangan anggap aku sebagai adikmu lagi! Agar kau adil, dan jadi pemimpin yang adil! Katamu tegas. Kau bukan mengatakan jawaban atas pertanyaan kakak lelakimu, kau malah mengatakan kata-kata yang tidak ingin didengarnya. Lalu, kau pergi dengan cepat, tak ingin bila kakak lelakimu menahan tangamu lagi.
“Khalif! Kemarilah! Lihatlah ruang kerjamu!” teriak ayahmu lantang. Kau tidak dipanggil olehnya, tapi kau yang mendekatinya. Tanpa menunggu izin dari ayahmu, kau melihat apa yang ingin diperlihatkan ayahmu.
Ruangan yang lux.
Dinding ruangan itu dilapisi wallpaper motif klasik yang terlihat anggun. Di beberapa tempat, dipajang lukisan-lukisan karya almarhumah ibumu. Sebuah meja besar dengan kursi besar pula, terletak agak menyudut dekat jendela yang menghadap ke kolam belakang. Gemercik air yang terdengar dari kolam akan membuat nyaman siapa saja yang bekerja di ruangan itu. Jendela-jendela yang besar, dipasangi tirai-tirai cantik buatan tangan. Sofa baru berwarna senada dengan wallpaper, tampak mempercantik ruangan luas yang lantainya ditutupi karpet ekspor dari Eropa Timur itu. Satu dua bonsai dipajang di beberapa tempat utnuk mempersegar suasana. Sebuah lampu kristal tergantung, menambah keelokan ruangan. Kau sekilas melirik ayahmu dan kakak lelakimu yang sudah berdiri disamping ayahmu,
“Aku kurang suka dengan lampu kristal itu. Ruangan ini terlalu seperti ruang-ruang kantor. Bagaimana kalau aku memajang piala dan medaliku di sebelah sana, dan menyimpan mikroskopku di sebelah sini. Aku ingin ruanganku seperti ruang kerja ilmuwan.” komentar kakak lelakimu. Kau pergi begitu saja setelah mendengar komentar kakak lelakimu.  
“Karin, kau tidak ingin memberi komentar?” tanya ayahmu. Kau membalikkan tubuh sebentar dan menggeleng pelan pada ayahmu yang kebingungan melihat tingkahmu. Kemudian, kakimu melangkah lagi dan entah kemana kau akan pergi. Terus memikirkan kakak lelakimu yang walikota tapi ingin menjadi ilmuwan itu, akhirnya membuatmu merasa bingung setiap memilih sikap.  
SAUDARAMU, MEMBUNUHMU, DAN SEGALANYA
Tiba-tiba terlintas kembali mimpi itu. Mimpi yang menghantuimu semalam. Entah menghantui, atau memberi petunjuk. Petunjuk? Petunjuk apa? Mungkin saja mimpi tadi malam hanya bunga tidur belaka. Tapi mengapa ada sangkut pautnya dengan kakak lelakimu? Kau menggeleng pelan untuk mengusir pening yang mulai menjalar di kepalamu. Dengan cepat, kau melupakan semuanya.
                                                                  ***
Otak jeniusnya mulai bekerja ke arah yang membingungkan. Batinmu.
Hari ini genap dua tahun kakak lelakimu menjadi walikota. Ia sudah banyak membuat perubahan besar di kota ini. Mengganti semua bawahannya yang berpikir politik dan demokratis dengan orang-orang berusia amat muda yang berintelegensi tinggi dan berpikir secara matematis. Program kerja walikota terdahulu yang diberi nama ‘Lima Tahun untuk Rakyat Maju yang Mengerti UUD 1945’, tidak dilanjutkan oleh kakak lelakimu yang malah membuat program kerja baru berjudul ‘Lima Tahun untuk Rakyat Cerdas yang mengerti Rumus Linear Bangsa’. Kakak lelakimu bukan orang yang senang menyelewengkan uang, tapi senang menggunakan uang pembangunan kota untuk membangun sekolah, perpustakaan, serta memberikan pendidikan gratis hingga SMA secara menyeluruh. Juga mengembangkan teknologi cloning untuk mengembangkan peternakan. Untuk yang satu ini, kakak lelakimu telah mendapat teguran dari pemerintah. Teguran yang membuat jantung ayahmu kambuh.
Tindakan kakak lelakimu dalam pemerintahan membuat seisi kota merasa bingung memilih sikap.
Tapi kakak lelakimu tidak ingin menyerah, Bahkan semakin ambisisus. Sampai saat ini, kau masih belum peduli. Bahkan ketika ruang kerja pemberian ayahmu menjelma menjadi laboraturium karena dirombak habis-habisan oleh kakak lelakimu, kau tidak peduli, atau kau menyembunyikan kepedulianmu?
Kau membuka pintu ruangan kerja kakak lelakimu yang tidak pernah terkunci. Sampai saat ini, kau tidak tahu alasan kakak lelakimu yang tidak pernah mengunci ruangannya. Namun kau tak memusingkan hal itu. Kakak lelakimu tidak ada di ruangannya, dan kau tersenyum. Ruangan itu rapi meskipun sekarang lebih mirip dengan ruang pengamatan. Kakimu mulai bergerak mendekati jajaran lemari buku. Begitu sebuah lemari buku hanya berjarak beberapa inchi dari tempatmu berdiri, tanganmu mulai merayap mencari buku. Lemari ini berisi buku-buku ensiklopedia edisi bahasa Spanyol yang akhirnya membuatmu berpindah ke lemari buku sebelahnya agar menemukan buku yang dimaksud. Kau begitu fokus sehingga tidak memerhatikan bahwa ada beberapa kamera yang mengintaimu, merekam semua yang kau lakukan. Kau begitu fokus, atau tidak tahu perihal kamera tersembunyi itu?
Kau mengangkat sebuah buku tebal, ensiklopedia edisi bahasa Inggris. Tak apa, katamu karena kau bisa menerjemahkannya. Begitu semua urusan selesai, kau segera keluar dari kamar itu. Tak membayangkan apa yang selanjutnya terjadi. Kamera-kamera tersembunyi sudah merekam aktivitasmu di ruangan itu dengan baik dan sedetil-detilnya.
Kau tersenyum sendirian di kamarmu, merasa beruntung memiliki kakak yang senang membaca. Setidaknya, ensiklopedia yang kau temukan di ruangan kerja kakak lelakimu itu dapat membantu penyusunan skripsimu. Lembar demi lembar kau baca dan kau nikmati karena buku itu benar-benar lengkap. Beberapa saat kemudian, kau baru menyadari bahwa ada halaman di buku itu yang tampak diganjal sesuatu. Kau membukanya, dan menemukan beberapa lembaran kertas yang dilipat. Tanpa berpikir panjang, kau membuka lipatan kertas-kertas itu. Kertas-kertas yang berjudul ‘Proyek Komandan’.
Kau baru akan membaca isinya, tiba-tiba seorang datang dan menampar pipimu. Jantungmu serasa mau copot karena saking kagetnya. Kakak lelakimu dengan cepat merampas ensiklopedia dan lembaran kertas yag kau pegang. Kau makin kaget. Kakak lelakimu baru saja menamparmu.
Kau sudah gila apa!? Masuk tiba-tiba dan menamparku! Kemarikan ensiklopedianya!
“Kau masuk ke ruanganku dan mengambil buku tanpa meminta izin dulu padaku? Kau tak punya etika, Karin?” balas kakak lelakimu. Kau terperangah mendengarnya. Tak menyangka bahwa kakak lelakimu tahu apa yang kau lakukan di ruangannya. Dia tahu dari mana!?
Baik, untuk hal itu aku minta maaf… tapi aku membutuhkan ensiklopedianya! Kumohon karena koleksimu adalah yang terlengkap untuk membantu penyusunan skripsiku!
“Kalau kau membutuhkan bukunya, mengapa kau membuka hal yang lain? Kertas-kertas ini?”
Aku hanya iseng saja… maafkan aku! Kumohon, beri aku pinjam buku itu!
Kakak lelakimu tidak mendengarkan. Ia keluar dari kamarmu dengan membawa ensiklopedianya. Kau terduduk lemas di kasurmu. Merasa aneh dengan sikap kakak lelakimu yang semakin dingin itu. Lembaran-lembaran kertas itu, ada apa dengan mereka? Mengapa Khalif tidak ingin aku membukanya? Mencurigakan…. Kau terus berpikir.                    
SAUDARAMU BEKERJA, MEMBUNUHMU, DAN SEGALANYA
Mimpi itu beberapa waktu ini terus mendatangimu. Kau semakin tidak bisa tidur dibuatnya, karena kau masih belum mengerti arti dari mimpi itu. Namun tiba-tiba matamu membesar, nafasmu memburu cepat, dan dadamu berdegup kencang. Kertas-kertas tadi, mungkinkah petunjuk berikutnya!? Sekarang perasaanmu merasa semakin terancam.
                                                                  ***
Stres menyikapi sikap kakak lelakimu yang semakin dingin dan acuh, membuat ayahmu pindah dari rumah itu dan tinggal menyendiri di villa milik keluargamu. Kau yang ingin menemani ayahmu, mencoba menahan diri karena ada yang harus kau selesaikan di rumah ini. Makin hari, segalanya semakin jelas. Kau mulai membuat prediksi mengenai ‘Proyek Komandan’ kakak lelakimu. Kau terus mengamati kakak lelakimu meski kau tidak berani untuk masuk ke ruangan kerjanya lagi. Seminggu pengamatan yang kau lakukan, kau membuat dugaan bahwa kakak lelakimu sedang menyembunyikan sesuatu dan membuat proyek rahasia.
“Jadi kau mengundangku ke rumah hanya agar aku menceritakan tentang kakakkmu yang tinggal serumah denganmu, Karin?” tanya Anggra. Kau tersenyum menanggapi pertanyaan itu.
Aku hanya ingin tahu bagaimana ia bekerja. Dia sangat sibuk. Katamu berdusta.
“Kau ingin aku menceritakan apa tentang kakakmu?” tanya Anggra kemudian.
Segalanya yang kau tahu tentang dia, Mas. Kau kan bekerja dengannya setiap saat. sahutmu dengan nada memohon.
“Tapi kau ini adiknya, dan kau seharusnya lebih tahu dia dibandingkan aku?”
Mas, bagaimana aku bisa mengetahui kakakku jika ia selalu pergi pukul lima subuh dan kembali pulang pukul dua pagi? Saat-saat dimana aku sedang istrirahat, dia malah baru pulang! Kumohon ceritakan proyek-proyek kakakku yang ingin ia realisasikan! Kau semakin memohon, lebih tepatnya memaksa. Anggra menatap ke arahmu dengan pandangan penuh tanya dan kasihan. Kau semakin tegar dan berusaha tidak terlihat mencurigakan.
“Tapi aku tak yakin jika kau mampu mendengar semua ceritaku…” kata Anggra bimbang.
Aku siap mendengar apapun!
Kau yang keras kepala, membuat lelaki itu merasa bingung.
“Eu… begini, aku pikir selama ini kakakmu adalah orang yang suka bekerja keras. Dia jenius, ambisius dan cepat tanggap, namun juga tak peduli. Sewaktu mengetahui bahwa di usianya yang masih amat muda untuk ukuran walikota itu dan dia terpilih untuk memimpin kota ini, aku tidak kaget. Dia ahli strategi dan suka sekali menyusun rencana untuk jangka waktu yang amat panjang. Pikirannya luas, dan dia seorang sustainabiliner,”
“Kau juga pasti tahu hasil kerjanya selama ini, kan? Merombak kota disana-disini, dan membuatnya menjadi seperti Perpustakaan raksasa. Benar-benar menginginkan kecerdasan menyeluruh di kota yang ia pimpin. Yahh… aku rasa sistem pemerintahannya tidak begitu mengganggu, tapi dengan sikap anti-demokratisnya itu, dia jadi mengabaikan aspirasi dari rakyat. Yang kupikirkan hanya satu, jika dia begini terus, suatu saat dia akan digulingkan,”
“Eh, maaf! Bukan maksudnya aku mendo’akan kakakmu akan digulingkan….”
Tidak apa-apa, teruskan, Mas….
“Sebagian besar dari proyeknya berhasil, dan hal itu membuat dia merasa percaya diri. Sekarang dia sedang menyusun sebuah proyek besar yang masih dirahasiakan dari orang banyak. Namanya Proyek Komandan.”
Kau berseru senang dalam hatimu. Inilah saatnya!
“Dia….” Anggra menarik nafas, seolah akan menceritakan titik klimaks dari sebuah cerita.
Tiba-tiba ponselmu berbunyi, menyebabkan cerita Anggra terpotong. Nomor ayahmu menghubungimu.
“Karin, ini Pak Sahri, ayahmu dilarikan ke rumah sakit! Jantungnya kambuh!”
Kau tercekat mendengarnya dan langsung pergi meninggalkan Anggra.
“Karin! Ada apa!?” Anggra mengejarmu. Tapi kau tidak mendengarnya, dan segera melesat dengan VW-mu.
Ponselmu berbunyi lagi. Kali ini ada pesan dari Anggra.
Apapun yang membuatmu berlari begitu cepat, tentu tentang sesuatu yang mengkhawatirkan. Padahal, kakakmu saat ini lebih mengkhawatirkan lagi. Tapi bagus kau pergi sekarang, sebaiknya kau jangan pulang ke rumah untuk beberapa waktu. Suatu hari aku akan menjelaskannya.
Meski agak bingung dengan pesan itu, kau tidak peduli dan terus memacu mobil.
                                                                  ***     
Proyek Komandan adalah…
“Tidaakkkk!! Saya tidak ingin diusir dari rumah!”
“Ibuuuu!!!”
“Ayaaahhhh!!!”
“Saya tidak sudi rumah saya digusur! Rumah ini mahal!”
“Untuk apa saya diusir! Si Khalif ngasih perintah aneh apa lagi!? saya tidak mau digusur!”
Apapun keluhan itu, segalanya tetap berjalan. Proyek Komandan adalah penggusuran 12 kecamatan sekaligus, pembangunan sebuah Taman Pendidikan Raksasa, mengundang orang luar negri, keluhan rakyat, keegoisan Sang Walikota, perhatian yang besar terhadap dunia pendidikan, acuh pada rakyat, keegoisan, kemauan, keluhan lagi, sanjungan pada ilmu, kejeniusan, kebodohan dalam bijak, penderitaan, kemajuan, keegoisan lagi, pembangunan, penggusuran, pemberontakan!
“Kita gulingkan Khalif!”
Semua penduduk dari 12 kecamatan dan kecamatan-kecamatan lain sepakat,
Menggulingkan sang Walikota!
“Khalif! Ayo! Helikopter sudah menunggu!” teriak Anggra. Khalif tersenyum memandang helikopter yang masih melayang-layang di atas gedung ini.
“Kita mau kemana? Sudahlah berdiam disini saja. Kita akan menikmati pembangunan infrastruktur yang akan menjadi keajaiban dunia! Baru tahap penggusuran, kok sudah pergi!?”
“Ini bukan masalah pembangunan lagi! Rakyat memberontak! Dibawah, banyak sekali orang yang berusaha masuk kesini untuk menebas kepemimpinanmu!” Anggra mendekati Khalif dan memukul teman semasa kuliahnya itu.     
“Kau! Kenapa sejak awal memerintah dengan sistem seperti ini, hah!? Egois! Keparat!”
Khalif hanya tersenyum dan mengusap bibirnya yang berdarah.
“Anggra, kau pergi saja… aku ingin menikmati pembangunan proyek besar ini…”
Anggra langsung menarik tangan Khalif, “ayo kita pergi!”
Khalif segera menepisnya. “pergilah, aku ingin disini. Aku masih walikotamu, jangan membantah! Pergilah, Anggra!”
 “Terima kasih selama ini sudah membantuku. Kau sahabat yang baik…tolong bawa Karin. Jika kau bertemu dengannya, katakan padanya…” lanjut Khalif.
Anggra termangu. Dadanya serasa sesak. Air matanya seakan tak sabar untuk menggenang di sudut matanya. Namun, ia berhasil mengendalikan dirinya.
“Kau ingin mengatakan apa pada Karin?”
“Katakan padanya, maafkan aku jika selama ini terus mengganggunya. Katakan padanya, bahwa aku mencintai dan menyayanginya.”
Anggra semakin terpaku. Kakinya merasa enggan pergi, ia mengerti Khalif. Khalif adalah orang yang tak ingin meninggalkan pekerjaannnya apapun itu resikonya. Tiba-tiba Anggra merasa ingin menemani Khalif disini. Berdua disini, sebagai sahabat. Bukan sebagai rekan kerja.
“Pergilah! Ini perintah dari walikotamu!”
Tanpa permisi lagi, Anggra segera berlari ke atap untuk segera menaiki helikopter yang sebentar lagi akan lepas landas. Begitu menaiki helikopter, Anggra tak kuasa menahan bendungan air matanya yang ia biarkan menitik begitu saja.
Khalif tersenyum getir. Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka, puluhan orang berusaha masuk dan menemukan seorang laki-laki berdiri sendirian disana, tengah tersenyum melihat sebuah helikopter terbang melesat melintasi kota.
“Itu dia walikota! Kita bakar dia!”
“Kita bunuh!”
Siang ini panas sekali, batin Khalif. Tapi tidak apa-apa… jika Taman Pendidikan itu selesai, hatiku akan sejuk kembali…
 Khalif tak mendengar apa-apa lagi. Ia hanya ingin seluruh mimpi-mimpinya terwujud.
                                                                  ***
Aku tak pernah ingin menjadi pemimpin. Aku hanya ingin jadi orang cerdas, dan  hanya menginginkan perubahan, revolusi dari pemerintahan yang sebelumnya, pemerintahan yang dirasa tidak membahagiakan dan memajukan rakyat, pemerintahan yang penuh cela, pemerintahan yang demokratis namun apatis, pemerintahan yang sarat kolusi dan nepotisme, pemerintahan yang penuh janji namun tak ada bukti, pemerintahan yang kacau, pemerintahan yang tak menghasilkan, pemerintahan yang dicatat sejarah kelam bangsa. Aku akan berjuang dengan caraku sendiri. Bagaimana pun juga, aku tak akan terikat oleh siapa-siapa. Aku akan tetap menjadi pribadiku yang begini, yang kadang aku tidak mengerti tentangnya. Yang kadang Ayah dan Karin pun tidak mengerti dibuatnya. Ayo mulai berjuang! Tidak apa-apa jika tidak ada yang mau membantuku, aku bisa bekerja sendirian. Di dunia ini, atau dunia selanjutnya, aku bisa bekerja sendirian.
Pandanganmu kosong. Tanganmu perlahan menutup diari kakak lelakimu yang berhasil kau curi sebelum akhirnya kau pergi menemani ayahmu. Kau melirik ayahmu yang masih tertidur di sampingmu. Wajahnya pucat sekali. Di depanmu, televisi sedang menayangkan penggulingan dan pembakaran seorang walikota jenius oleh penduduknya yang anarkis. Seorang petugas masuk,
“Permisi, Nona, sekarang jenazah ayah anda akan disholatkan,”
Kau menatap tajam petugas itu.     
Kakakku sudah pergi, sekarang jangan kau bawa pergi ayahku. Aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi….aku bisa mati…
Benar. Kakak lelakimu sudah membunuhmu. Dengan caranya sendiri, yang tidak pernah kau mengerti tentangnya.  
Hari ini tanggal 2 Mei, Hari Pendidikan Nasional. Siang hari yang panas, dan senja akan semakin panas.
                                                                  ***   

Rabu, 07 November 2012

Yang Tak Terlihat

Akan kau kemanakan matamu?
Akankah kau hancurkan keyakinanmu?
Untuk hidup
Melihat untuk hidup
Bahwa kita hanya ada aku dan aku
Bahwa kau memiliki sesuatu yang tak terlihat untukku

Pertama kali
Kau tak terdapat di mataku
Tak kulihat kau di cermin itu
Hanya gelap bagai jelaga
Bersama sembab airmata

Akan kau kemanakan perasaanmu?
Yang akan jadi satu-satunya mata yang melihat
Apa-apa yang tak terlihat 
Bahwa hatimu untukku
Bahwa aku sudah menyerah padamu