photo : http://yalun.files.wordpress.com/2008/10/e-coli.jpg
Lagi bersantai di rumah, nonton
sinetron murahan, mulut ngeces kemana-mana karena lapar kronis dan Mama belum
pulang untuk bawa makanan.
Oke, kita akhiri prolog ga jelas
ini.
Kamu pasti pernah nonton iklan
cairan antiseptik? Ga pernah? Bagus. Kamu berarti seseorang yang pasti nilai
matematikanya selalu dapet Sembilan. *apa pula ini
Sebut saja nama produk ini “bling
bling”. Dalam iklan si bling bling ini terdapat adegan dimana seorang anak cowo
abis ujan-ujanan terus disuruh mandi sama ibunya. Si ibu dengan inisiatifnya
nuangin satu tutup botol cairan antiseptik bling bling itu ke dalam bak mandi
sambil memasang ekspresi wajah senang. Si anak pun mandi dengan gembira sambil
loncat-loncat kegirangan karena badannya jadi bau karbol akibat ulah ibunya
mungkin ? Tapi yang menarik dari iklan tersebut adalah ketika ada bagian yang
memperlihatkan perbandingan penggunaan cairan antiseptik bling bling dengan
produk lain. Diperlihatkan bahwa kuman yang dibilas dengan produk lain tidak
akan mati terbunuh. Sedangkan kuman yang dibilas dengan bling bling ludes, dan
menyisakan satu biji kuman. SATU BIJI itu APA MAKSUDNYA ?
Bukannya kalo bakteri begituan kan cara perkembangbiakannya bisa dengan
fragmentasi atau pembelahan diri? Kalo si kumannya disisain satu lagi, berarti
dia masih ada potensi untuk beranak pinak. Atau mungkin karena habis dibilas
bling bling, daerah yang disiram jadi steril sehingga si SATU BIJI kuman ini
pingsan, koma, atau apapun pokoknya dia deactivated.
Tapi suatu saat dia pasti bangkit lagi dengan dendam selangit dan kekebalan terhadap
si bling bling serta bakalan menyerang
si Pengguna bling bling secara gerilya namun mengerikan. *jadi kayak film
perang -_-
Tapi yang jelas, apa maksudnya si
tukang Iklan cuma nyisain SATU BIJI kuman yang sanggup bertahan saat dibilas
bling bling ? Apa dia mau mengatakan bahwa sebenarnya produk tersebut tidak
mampu membunuh kuman secara total? Atau bling bling mau ceritain bahwa satu
kuman yang tersisa adalah Raja Kuman yang terlalu kuat dan bling bling hanya
bisa membasmi antek-anteknya?
Dih, absurd banget.
Kalau saya jadi pengonsep
iklannya, saya mau kasih dua pilihan.
Pertama, tidak ada kuman yang
tersisa setelah dibasmi bling bling. Oke produk ini bakal dibilang efektif.
Tapi konsekuensinya, masyarakat akan memandang bling bling sebagai produk yang
teramat ekstrim kandungan kimianya sehingga kerajaan kuman ludes dibasmi
begitu.
Kedua, ada kuman yang tersisa.
Tapi NGGA CUMA SATU. Satu itu terlalu nanggung, kenapa ga sekalian ini produk
nendang satu kuman terakhir itu ?
KENAPA SIH GA BISA BUAT NENDANG
SATU KUMAN DOANG setelah dengan dahsyatnya membinasakan koloni kuman raksasa
itu?
Jadi inget juga sama iklan cairan
karbol dan sampo anti ketombe yang menjanjikan produknya efektif 99%.
IH.
TINGGAL SATU PERSEN LAGI COOOY!
Kenapa tidak memaksimalkan
produknya hingga 100%? Kenapa tidak membunuh satu kuman lagi yang tersisa?
99% itu seperti mengatakan kepada
saya bahwa produk ini bisa bekerja 100% tapi dikurangi 1% keraguan si pembuat
produk yang kurang yakin dengan kemampuan produknya dan ketakutan akan menipu publik.
Sehingga dibuatlah nilai 99. Si pembuat bling bling tahu bahwa produknya
efektif membunuh kuman, tapi dia takut jika ternyata produknya tidak sehebat
itu. Sehingga ia menyisakan satu biji kuman dan dengan bangga mempublikasikan
produknya yang sanggup membunuh BANYAK kuman, bukan SEMUA kuman.
Tanggung banget ga sih ? Ga
memaksimalkan satu persennya lagi sehingga Be ONE HUNDRED Percent seperti kata
slogan salah satu minuman isotonik.
Dipikir-pikir, manusia juga kadang-kadang
kayak begitu. Manusia yang kayak gimana?
Manusia yang telah keras berjuang
serta terus di-PHP-in dan akhirnya menyerah karena dia lelah. Justru ketika
kesuksesan ada di depan mata, dan dia tinggal memantapkan maju satu langkah
lagi, eh dia malah berbalik dan kemudian lari menjauh. Dia bisa jadi 100% tapi
dia memutuskan untuk tidak menjadi 100%. Mungkin karena sudah terlalu lelah,
dan yang terutama: harapannya telah redup.
Contohnya orang yang gali tanah
buat cari batu permata. Ketika lagi getol-getolnya menggali, terus semangat,
dan tiada lelah. Tiap dia ingin berhenti menggali, dia meyakinkan dirinya kalo
batu intannya udah bentar lagi ketemu. Harapannya masih menyinari hatinya. Terus
aja begitu, karena terus menerus kecewa – intannya belum ketemu mulu – perlahan
harapannya meredup, dan akhirnya dia nyampe di satu titik : Dia udah CAPE, ga
ada tenaga, dan ga peduli nemu intannya atau nggak. Udah. Terus cangkulnya
dilempar gitu aja. Dan dia pergi. Padahal 50 cm dari lapisan tanah terakhir
yang dia gali, beberapa buah intan tengah menunggu untuk dipungut. Ironis kan
ya ?
Itu contoh fiktif. Contoh
nyatanya, saya punya temen seorang mapala dari sebuah PTN beken di kota
Bandung. Sebut aja namanya Zahra. Zahra pernah cerita ke saya tentang diklat
organisasi PA-nya. Pas menjalani masa lapangan yang melelahkan, ada seorang
temannya yang mengundurkan diri dari diklat. Pengunduran diri itu
dideklarasikan tidak lama setelah panitia mengumumkan bahwa masa lapangan
ditambah beberapa hari lagi. Panitia dan teman-teman sesama peserta diklat
membujuk dia untuk tetap bertahan. Tapi,
dia udah ga mau nerusin, udah ga sanggup. Akhirnya, panitia pun melepas dia
meski ga rela. Eh, ternyata besoknya peserta diklat yang tersisa dibawa
longmarch pulang ke kampus untuk dilantik. Zahra dan peserta yang lain pun
dilantik karena lulus masa lapangan. Temannya yang menyatakan mundur pun datang
saat pelantikan dan bahkan membawakan pizza untuk rekan-rekan
seperjuangannya..…yang sanggup lebih lama bertahan.
Putus asa, temannya Zahra keburu
putus asa, harapannya meredup mendengar bahwa masa lapangan itu ditambah lagi.
Ada yang menguji keteguhan hatinya : kerinduan untuk pulang ke rumah. Namun sayang,
alih alih dia melaju satu langkah lagi, dia malah berbalik dan berjalan menjauhi
tujuannya yang tinggal sedikit lagi tercapai.
Manusia mungkin tidak pernah tahu
kapan mereka sampe di tujuan. Kita hanya tahu seberapa jauh kita telah
berjalan. Ada kalanya kita ingin menyerah, tapi harapan di hati terus
meletupkan semangat, sehingga tubuh kita bertahan untuk terus melanjutkan
perjalanan.
Ketika rasanya kita belum sampai
ke tujuan, dan jalan di hadapan ternyata banyak menghadirkan rintangan dan
bahaya, ada baiknya kita harus berhenti sejenak. Patut dipikirkan apakah kita
harus tetap melanjutkan perjalanan, atau mencoba jalan yang lain sebagai alternatif
yang lebih baik. Jujur, memang sulit sekali menjadi orang yang PANTANG
MENYERAH, rasanya setengah mati berjuang mempertahankan agar bara harapan di
hati tidak pernah mati. Kesulitan inilah, mungkin yang menjadi alasan mengapa
orang sukses di dunia ini sangat sedikit. Karena hanya sedikit orang yang mau
untuk pantang menyerah. Tapi ketika hati ini tidak ragu untuk terus melanjutkan
langkah, maka sukses sudah digenggam.
Barangkali diantara temen-temen
saat ini ada yang sedang berjuang meraih suatu tujuan ? Silahkan diperjuangkan
sampai akhir. Semaksimal mungkin, seniat mungkin. Ini menyangkut totalitas dalam
perjuangan meraih apa yang menjadi tujuan kita. Kalau ga niat meraih tujuan,
lalu kita hidup buat apa lagi?
Jika terlalu banyak rintangan
yang menghalangi, ada Tuhan sebagai tempat konsultasi terbaik untuk mengambil
keputusan : terus menyusuri jalan itu, atau mencoba jalan lain yang lebih baik.
Yang penting doa dan tawakal, juga semangat, dan terus berbuat baik. Karena
tujuan hidup harus dicapai, dan hidup ini cuma sebentar. J
Jadi, saya pikir. Jika si bling
bling ingin membasmi satu kuman lagi yang tersisa, maka bilas lagi aja daerah
tersebut. Sekoloni kuman aja mampus, apalagi cuma satu biji ini..
Saya juga ngerti kenapa ahli
kesehatan kebanyakan menganjurkan agar tiap keramas dilakukan dua kali proses
pencucian. Karena sampo hanya efektif 99%, maka dua kali pencucian akan
menjadikannya efektif 198%, hahaha
Salam Semangat :D