Senin, 10 Februari 2014

Tinggal Satu Lagi


photo : http://yalun.files.wordpress.com/2008/10/e-coli.jpg

Lagi bersantai di rumah, nonton sinetron murahan, mulut ngeces kemana-mana karena lapar kronis dan Mama belum pulang untuk bawa makanan.

Oke, kita akhiri prolog ga jelas ini.

Kamu pasti pernah nonton iklan cairan antiseptik? Ga pernah? Bagus. Kamu berarti seseorang yang pasti nilai matematikanya selalu dapet Sembilan. *apa pula ini

Sebut saja nama produk ini “bling bling”. Dalam iklan si bling bling ini terdapat adegan dimana seorang anak cowo abis ujan-ujanan terus disuruh mandi sama ibunya. Si ibu dengan inisiatifnya nuangin satu tutup botol cairan antiseptik bling bling itu ke dalam bak mandi sambil memasang ekspresi wajah senang. Si anak pun mandi dengan gembira sambil loncat-loncat kegirangan karena badannya jadi bau karbol akibat ulah ibunya mungkin ? Tapi yang menarik dari iklan tersebut adalah ketika ada bagian yang memperlihatkan perbandingan penggunaan cairan antiseptik bling bling dengan produk lain. Diperlihatkan bahwa kuman yang dibilas dengan produk lain tidak akan mati terbunuh. Sedangkan kuman yang dibilas dengan bling bling ludes, dan menyisakan satu biji kuman. SATU BIJI itu APA MAKSUDNYA ? 

Bukannya kalo bakteri begituan kan cara perkembangbiakannya bisa dengan fragmentasi atau pembelahan diri? Kalo si kumannya disisain satu lagi, berarti dia masih ada potensi untuk beranak pinak. Atau mungkin karena habis dibilas bling bling, daerah yang disiram jadi steril sehingga si SATU BIJI kuman ini pingsan, koma, atau apapun pokoknya dia deactivated. Tapi suatu saat dia pasti bangkit lagi dengan dendam selangit dan kekebalan terhadap si bling bling serta bakalan  menyerang si Pengguna bling bling secara gerilya namun mengerikan. *jadi kayak film perang -_-

Tapi yang jelas, apa maksudnya si tukang Iklan cuma nyisain SATU BIJI kuman yang sanggup bertahan saat dibilas bling bling ? Apa dia mau mengatakan bahwa sebenarnya produk tersebut tidak mampu membunuh kuman secara total? Atau bling bling mau ceritain bahwa satu kuman yang tersisa adalah Raja Kuman yang terlalu kuat dan bling bling hanya bisa membasmi antek-anteknya?
Dih, absurd banget.

Kalau saya jadi pengonsep iklannya, saya mau kasih dua pilihan.

Pertama, tidak ada kuman yang tersisa setelah dibasmi bling bling. Oke produk ini bakal dibilang efektif. Tapi konsekuensinya, masyarakat akan memandang bling bling sebagai produk yang teramat ekstrim kandungan kimianya sehingga kerajaan kuman ludes dibasmi begitu. 

Kedua, ada kuman yang tersisa. Tapi NGGA CUMA SATU. Satu itu terlalu nanggung, kenapa ga sekalian ini produk nendang satu kuman terakhir itu ?

KENAPA SIH GA BISA BUAT NENDANG SATU KUMAN DOANG setelah dengan dahsyatnya membinasakan koloni kuman raksasa itu?
Jadi inget juga sama iklan cairan karbol dan sampo anti ketombe yang menjanjikan produknya efektif 99%.

IH.
TINGGAL SATU PERSEN LAGI COOOY!

Kenapa tidak memaksimalkan produknya hingga 100%? Kenapa tidak membunuh satu kuman lagi yang tersisa?
99% itu seperti mengatakan kepada saya bahwa produk ini bisa bekerja 100% tapi dikurangi 1% keraguan si pembuat produk yang kurang yakin dengan kemampuan produknya dan ketakutan akan menipu publik. Sehingga dibuatlah nilai 99. Si pembuat bling bling tahu bahwa produknya efektif membunuh kuman, tapi dia takut jika ternyata produknya tidak sehebat itu. Sehingga ia menyisakan satu biji kuman dan dengan bangga mempublikasikan produknya yang sanggup membunuh BANYAK kuman, bukan SEMUA kuman.
Tanggung banget ga sih ? Ga memaksimalkan satu persennya lagi sehingga Be ONE HUNDRED Percent seperti kata slogan salah satu minuman isotonik.

Dipikir-pikir, manusia juga kadang-kadang kayak begitu. Manusia yang kayak gimana?

Manusia yang telah keras berjuang serta terus di-PHP-in dan akhirnya menyerah karena dia lelah. Justru ketika kesuksesan ada di depan mata, dan dia tinggal memantapkan maju satu langkah lagi, eh dia malah berbalik dan kemudian lari menjauh. Dia bisa jadi 100% tapi dia memutuskan untuk tidak menjadi 100%. Mungkin karena sudah terlalu lelah, dan yang terutama: harapannya telah redup.

Contohnya orang yang gali tanah buat cari batu permata. Ketika lagi getol-getolnya menggali, terus semangat, dan tiada lelah. Tiap dia ingin berhenti menggali, dia meyakinkan dirinya kalo batu intannya udah bentar lagi ketemu. Harapannya masih menyinari hatinya. Terus aja begitu, karena terus menerus kecewa – intannya belum ketemu mulu – perlahan harapannya meredup, dan akhirnya dia nyampe di satu titik : Dia udah CAPE, ga ada tenaga, dan ga peduli nemu intannya atau nggak. Udah. Terus cangkulnya dilempar gitu aja. Dan dia pergi. Padahal 50 cm dari lapisan tanah terakhir yang dia gali, beberapa buah intan tengah menunggu untuk dipungut. Ironis kan ya ?

Itu contoh fiktif. Contoh nyatanya, saya punya temen seorang mapala dari sebuah PTN beken di kota Bandung. Sebut aja namanya Zahra. Zahra pernah cerita ke saya tentang diklat organisasi PA-nya. Pas menjalani masa lapangan yang melelahkan, ada seorang temannya yang mengundurkan diri dari diklat. Pengunduran diri itu dideklarasikan tidak lama setelah panitia mengumumkan bahwa masa lapangan ditambah beberapa hari lagi. Panitia dan teman-teman sesama peserta diklat membujuk dia untuk  tetap bertahan. Tapi, dia udah ga mau nerusin, udah ga sanggup. Akhirnya, panitia pun melepas dia meski ga rela. Eh, ternyata besoknya peserta diklat yang tersisa dibawa longmarch pulang ke kampus untuk dilantik. Zahra dan peserta yang lain pun dilantik karena lulus masa lapangan. Temannya yang menyatakan mundur pun datang saat pelantikan dan bahkan membawakan pizza untuk rekan-rekan seperjuangannya..…yang sanggup lebih lama bertahan.   

Putus asa, temannya Zahra keburu putus asa, harapannya meredup mendengar bahwa masa lapangan itu ditambah lagi. Ada yang menguji keteguhan hatinya : kerinduan untuk pulang ke rumah. Namun sayang, alih alih dia melaju satu langkah lagi, dia malah berbalik dan berjalan menjauhi tujuannya yang tinggal sedikit lagi tercapai.

Manusia mungkin tidak pernah tahu kapan mereka sampe di tujuan. Kita hanya tahu seberapa jauh kita telah berjalan. Ada kalanya kita ingin menyerah, tapi harapan di hati terus meletupkan semangat, sehingga tubuh kita bertahan untuk terus melanjutkan perjalanan.

Ketika rasanya kita belum sampai ke tujuan, dan jalan di hadapan ternyata banyak menghadirkan rintangan dan bahaya, ada baiknya kita harus berhenti sejenak. Patut dipikirkan apakah kita harus tetap melanjutkan perjalanan, atau mencoba jalan yang lain sebagai alternatif yang lebih baik. Jujur, memang sulit sekali menjadi orang yang PANTANG MENYERAH, rasanya setengah mati berjuang mempertahankan agar bara harapan di hati tidak pernah mati. Kesulitan inilah, mungkin yang menjadi alasan mengapa orang sukses di dunia ini sangat sedikit. Karena hanya sedikit orang yang mau untuk pantang menyerah. Tapi ketika hati ini tidak ragu untuk terus melanjutkan langkah, maka sukses sudah digenggam.

Barangkali diantara temen-temen saat ini ada yang sedang berjuang meraih suatu tujuan ? Silahkan diperjuangkan sampai akhir. Semaksimal mungkin, seniat mungkin. Ini menyangkut totalitas dalam perjuangan meraih apa yang menjadi tujuan kita. Kalau ga niat meraih tujuan, lalu kita hidup buat apa lagi?

Jika terlalu banyak rintangan yang menghalangi, ada Tuhan sebagai tempat konsultasi terbaik untuk mengambil keputusan : terus menyusuri jalan itu, atau mencoba jalan lain yang lebih baik. Yang penting doa dan tawakal, juga semangat, dan terus berbuat baik. Karena tujuan hidup harus dicapai, dan hidup ini cuma sebentar. J

Jadi, saya pikir. Jika si bling bling ingin membasmi satu kuman lagi yang tersisa, maka bilas lagi aja daerah tersebut. Sekoloni kuman aja mampus, apalagi cuma satu biji ini..
Saya juga ngerti kenapa ahli kesehatan kebanyakan menganjurkan agar tiap keramas dilakukan dua kali proses pencucian. Karena sampo hanya efektif 99%, maka dua kali pencucian akan menjadikannya efektif 198%, hahaha

Salam Semangat :D

2 komentar: