Minggu, 27 April 2014

BAS, LU GA PERNAH ADA




Tidak ada yang benar-benar bebas di dunia ini. Jika ada, maka hancurlah segala elemen yang termasuk di dalamnya. Yah, setidaknya itulah yang saya pikirkan beberapa akhir ini. Aneh ya ? Tidak bagi saya, karena kenyataannya berkata seperti itu. 

“Akhirnya saya bebas dari Penjara.” Seorang mantan narapidana dengan ringannya berkata seperti itu. Dia tidak bebas. Baiklah dia keluar dari penjara, tapi kemudian dia memasuki dunia yang lebih kuat aturannya. Lebih kuat daya pengikatnya. Dunia yang begitu ketat persaingannya. Dimana jika dia membebaskan diri untuk tidak terikat pada aturan, maka dia akan habis dan dikucilkan.
 “LOMBA MENULIS CERPEN DENGAN TEMA BEBAS – SYARAT TIDAK MENGANDUNG UNSUR SARA DAN PORNOGRAFI” Lalu, jika saya ingin menulis cerpen dengan tema SARA, apakah masih diizinkan mengikuti lomba mengingat temanya adalah tema BEBAS?
Kadang rasanya kesal ketika menerima sms yang berbunyi seperti ini,
‘Acara besok dimulai pukul 10.00 WIB. Dress Code bebas’
Dengan serius, saya jawab seperti ini, ‘Pakai baju tidur boleh ?’
Terus dibales sama si dia ‘Yang bener aja.. acara penting coooy’
‘Katanya DC bebas?’
‘……’
Manusia bahkan pada dasarnya bukanlah makhluk yang bebas. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, terikat oleh orang lain. Jika manusia bebas, maka hancurlah jiwanya kemudian raganya. 

Dahan – dahan pohon yang terlepas dari pohonnya, terbebas dari sistem kehidupan pohon, kemudian tergeletak di tanah begitu saja tanpa tahu nasibnya di kemudian waktu. Manusia, yang mendeklarasikan kebebasannya dari aturan dalam kehidupan ini, dapatkah ia membayangkan kehidupannya di masa depan?
Saya tidak kuliah, tidak sekolah, tidak bekerja, tidak hidup di rumah, saya bebas. Saya ingin hidup di alam bebas. Karena saya akan bebas dari aturan di kota ini.
Tidak pernahkah anda memahami hukum rimba yang memiliki aturan yang hanya satu itu, “Siapa yang kuat, dia yang menang”. Masihkah asnda bebas di alam bebas ?
Aturan, norma, tata tertib, adalah benda-benda yang bermanfaat untuk meniadakan kebebasan.   
Mengapa peraturan diadakan? Karena untuk mengekang kebebasan. Anda tidak bisa sebebasnya mengenakan baju apapun ketika anda hendak pergi. Anda tidak bisa mengemudi mobil pada kecepatan yang anda bebas tentukan. Anda tidak bisa bebas makan apa saja. Bahkan liberalisme adalah sebuah aturan, karena ia adalah paham yang mengikat penganutnya untuk selalu bertindak ‘semau gue’. Anda tidak bisa berfikir bahwa setelah anda mati nanti, anda akan bebas dari dunia ini. Tidak semudah itu. Bagi yang mempercayainya, setelah mati, anda akan memasuki dunia lain yang juga memiliki aturan, untuk meniadakan kebebasan anda.
Lalu bagaimana dengan ketenangan hati ? Itu bukan berkaitan dengan kebebasan, tapi berkaitan dengan kepatuhan manusia pada suatu aturan. Jika patuh dan tidak melanggar, maka hati akan tenang. Jika mendobrak aturan, jantung berdetak ketar-ketir karena takut. Takut akan penghakiman.     
Kebebasan tidak ada. Kebebasan bukanlah paham. Bukanlah seni. Bukanlah jalan hidup. Kebebasan itu tidak ada. 




Rabu, 02 April 2014

Deras Deru Harap




Untuk seseorang yang aku hormati
Untuk seseorang yang aku sayang
Untuk seseorang yang membuatku selalu cemas
Untuk seseorang yang berjuang dalam diam

Dengarlah..
Aku ingin menjadi malaikat pemerhati
Yang selalu memperhatikanmu
Tapi aku tidak bisa menjadi malaikat penjaga
Karena jauh diatas sana
Ada Tuhan yang akan menjagamu

Resapilah..
Bahwa aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mengasihimu  
Aku tidak ingin kau tahu besarnya rasa kasihku
Tak perlu kau pedulikan itu
Karena jauh diatas sana
Ada Tuhan yang maha agung kebesaran cinta kasih-Nya untukmu

Mengertilah..
Aku ingin selalu di sampingmu
Ingin menjadi kekuatan bagimu
Tapi hanya ingin, hanya keinginan
Karena jauh diatas sana

Ada Tuhan yang telah menjadi segalanya bagimu 

Singgasana Para Tuan

Kau katakan padaku.
Dengan raut muka yang usang.
Dengan bibir bergetar yang malang.
Kata kau, kau kuat, sanggup, dan bertahan.
Tapi kata ku, kau rapuh, lemah, dan sekarat.

Begitulah fatamorgana.
Terlena sudah kau pada agungnya kursi yang kau duduki kini.
Tanpa tahu bahwa sesungguhnya kau telah nyaris tak bernyawa.
Dunia ini hanya sementara.
Tapi kau dengan sial ingin hidup selamanya.




Apa memang kau si raja dusta ?
Atau bos dari para pemboikot ?
Dan memutuskan secara sepihak,
Bahwa aku salah satu korbanmu yang bergelimpang ?
Lalu dengan malangnya ternyata aku menyimpan sayang.
Padamu yang kini semakin pudar.

Tuhan, tuhan, tuhan.
Kau, bukan Tuhan.
Kau, tidak mengenal Tuhan.
Kau, menyedihkan bagi Tuhan.