Rabu, 26 November 2014

Titik Kritis

22 September 2012, kami diberi penghargaan atas kekompakan kami dengan sebotol Fanta yang pertama kali kami beli dengan keringat dan kerja sama kami. Sampai saat ini, belum kami nikmati rasanya bahkan setetes pun Fanta pemberian mawar kami. Kami merasa belum pantas untuk menikmatinya. (sebenarnya, gak ada waktu untuk minum fanta rame-rame. hhehe)
11 Oktober 2012, kami diberi dua box es krim yang diberikan kepada kami atas usaha kami membuat mawar-mawar kami bahagia dan gembira. Eskrim belum juga kami nikmati karena kerendahan hati kami untuk merasa belum pantas menikmatinya. (gak sih, cuma anak cewe pada takut gemuk jadi ga jadi mulu deh)
16 Oktober 2012, hari ditamparnya kami sebagai keluarga, hari dibantainya kami sebagai mahasiswa, hari dibunuhnya teman kami oleh keadaan. pada hari ini, salah satu saudara terbaik kami, Tri Setyo Hidayat, menyatakan kepindahannya dari kampus ini ke sebuah kampus di suatu kota. Alasannya karena ia ingin menjaga ibunya dan tak ingin kehilangan ibunya. ia yang menyatakan kepindahannya dengan begitu tiba-tiba membuat kami semua merasa tertekan. Kami baru bersama-sama selama kurang lebih 2 bulan, tapi sudah ada yang merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Tri selama ini selalu tampak tidak merespon terhadap apa-apa yang kami hadapi. Dia tidak pernah mengeluh dengan kerasnya suasana praktikum, dia jarang berkomentar atas bengisnya tugas dari dosen, Tri hanya diam. Hanya diam yang sesekali tersenyum. Dan akhirnya, dia mengungkapkan kelelahannya dengan cara yang paling tidak kami suka. Pergi meninggalkan kami. 
Hari itu dia akan dijemput oleh orangtuanya sekitar pukul 9. Setelah matkul PKN selesai, aku dan teman-teman segera menuju kosannya dan memprediksi akan masuk kelas Matdas pada pukul setengah sebelas. 
Tri benar-benar meninggalkan kami. sudah bulat tekadnya untuk membahagiakan ibunya. Tri semoga dimana pun kau berada, kau selalu sukses dan bahagia. jangan lupakan kami, saudaraku.. semoga kita bertemu lagi... 
karena kondisi terbawa suasana itulah, kami telat masuk kelas matdas. masalahnya, diantara kami tidak ada yang sama sekali ijin ke dosen untuk datang telat. Maka, ngamuklah dosen yang mengajar kami. Mawar-mawar kami juga kena imbasnya. mereka menyatakan kekecewaannya pada kami. Sungguh, tak ada niat sama sekali untuk mengecewakan mereka, dosen, dan bahkan orang tua kami. Aku sangat takut jika ibuku tahu kalau aku dan teman-temanku banyak ulahnya disini. Ya Allah, bukakan pintu hidayah kami... 
Setelah melobi dosennya, sang dosen bersedia masih mengajar kami. namun satu dosen lagi yang lebih senior merasa tersinggung dengan ucapan yang boleh dibilang aku punya andil besar di dalamnya. Aku pusing .... gundah, gelisah pula.. aku merasa terbantai sebagai mahasiswa, telah mengesampingkan amanah orang tua yang disampirkan di pundakku. Maafkan anakmu ini, bu...
Masa-masa pengembangan biasanya kami lalui dengan baik. tak kami ketahui bahwa salah seorang saudara kami, Hutapea, yang biasanya setiap pengembangan dia hanya duduk memperhatikan kami berlari mengelilingi lapangan, dalam hatinya ia juga ingin berlari. Hutapea punya kelemahan pada fisiknya yang tak bisa aku sebutkan. Nekat, dia berlari sprint dengan ditemani seorang senior. Nekatnya dia itu, tidak berakibat baik pada fisiknya. Maka sore itu juga dia langsung dibawa ke klinik karena tubuhnya kembali mengalami gangguan. dan saat kulihat gurat-gurat penderitaan di wajahnya, tak tahan aku membayangkan rasa sakit yang ia rasakan. Mengapa dia menjadi bodoh sore ini? mengabaikan kesakitan tubuhnya demi terlihat berlari bersama-sama kami? Inilah, Hari Titik Balik kami sebagai MAHASISWA. Kami telah menuai banyak masalah sebelum hari ini. semoga selanjutnya kami akan terus memperbaiki kesalahan kami dan menjadi yang terbaik. amin.  


2 komentar: