Rabu, 05 Maret 2014

Lazim

“PRANG!!”
Semua terdiam. Tak ada yang sanggup melihat kejadian yang terhampar di depan mata mereka sendiri. Sekarang, dua gadis itu tinggal memakai korset untuk menutupi tubuh mereka yang mungil. Pakaian yang telah berserakan. Perkelahian yang mengerikan.
“Heh gadis sial! Kurang ajar kau pecahkan pot bunga ciptaanku!”
“Kau yang bajingan. Mencuri cangkir keramik kesayanganku!”
“Sialan! Apa buktinya sinting!? Aku pun tak tahu cangkirmu dimana!”
“Cangkir kuning yang retak tepinya! Kau sudah melihatnya berkali-kali! Tadi kau kutinggalkan dengan cangkir itu dan sekarang cangkirnya lenyap! Siapa lagi yang harus salahkan!?”
Kata-kata tak sanggup lagi mewakili kemarahan mereka. Maka adu fisik adalah jawaban pamungkas. Siang yang panas di Jakarta. Setiap orang merasa gerah, dan malas untuk melerai pertengkaran diantara manusia, yang sudah menjadi semakin lazim.
“Imeeey, cangkirmu ini bagus sekali. Rasanya kopi krimernya menjadi sangat enak. Ada yang mau? Wah, banyak orang disini..” Mas Gus tiba-tiba masuk ruangan, sambil dengan santainya membawa kopi krimer buatan Sukri dalam sebuah cangkir kuning yang retak bagian tepinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar