Kamis, 20 Maret 2014

Bung Karno dan Bung Hatta #Part 1

Salah satu lembaga kemahasiswaan yang berada di FMIPA Unpad adalah HIFI (Himpunan Mahasiswa Fisika). Dari namanya aja udah jelas kan kalau ini bukan organisasi yang diperuntukkan bagi mahasiswa jurusan kebidanan. Iya, HIFI adalah organisasi yang mewadahi mahasiswa dari program studi Fisika dalam berkarya, berbacot, bergelimang gila, dan bermanfaat bagi orang lain. Yah, sejauh ini itulah pandangan subjektif yang saya pikirkan mengenai himpunan ini.

Tahun ini adalah tahun kedua saya menjadi Badan Pengurus HIFI. Tahun kemarin masuk departemen Media dan Informasi. Tahun ini jadi anak Pengembangan Internal. Sepanjang saya menjadi bagian dari pengurus himpunan, saya selalu merasa bahwa himpunan ini telah memberi banyak coretan cerita dalam hidup saya. Senang, sedih, gila, kacau, balau, gundah, gulana, bokek, semuanya. Dari sejak saya pertama kali menginjakkan kaki di Fisika Unpad, HIFI telah menggelar red carpet untuk saya lewati, bersama saudara-saudara seangkatan saya, yang disatukan dalam Himpunan ini. mungkin ini prolog yang terlalu sentimentil. Hahahahaha.

Salah satu coretan cerita yang ingin selalu saya kenang, adalah yang akan saya ceritakan di bawah ini. Cerita ini baru berlangsung 2 hari yang lalu, dan saya ingin segera menulisnya, agar tidak lupa. Karena coretan cerita yang satu ini, barangkali bisa menggambarkan betapa HIFI sebenarnya hidup.  Selamat membaca  J  

Alkisah, saat ini, HIFI tengah di-chaos-kan dengan suatu proker yang bernama OSCAR (chaos, suatu kondisi dimana pikiran dan hati tidak mengalami sinkronisasi alias rusuh). Bukan penghargaan perfilman Amerika, bukan juga krim yang buat nutupin wajah (masker keleeeuuusss *oke kejauhan). OSCAR adalah Organization, Sponsorship, Character and Legislative Training. Merupakan proker gabungan dari empat proker di himpunan. Dan saya adalah salah satu penanggung jawabnya. Rencananya, akhir Maret ini acara tersebut mau dilaksanakan. Kebetulan saya dan tiga penanggung jawab lainnya kemarin-kemarin belum masukin proposal pengajuan dana ke Dekanat FMIPA Unpad. Nah, si Ketuplaknya, Fadlan, mendesak kita para PJ (Penanggung Jawab) untuk segera memasukkan proposal ke dekanat. Salah satu PJ, Abid, karena satu departemen dengan saya, saya lebih gampang koordinasi sama dia. Maka kami berdua memutuskan agar bisa memasukkan proposal ke dekanat pada tanggal 18 Maret dengan berbagai konsekuensi termasuk sulitnya jalur birokrasi.

Sebelumnya saya mau cerita dulu mengenai reputasi saya dan Abid di angkatan. Oleh beberapa orang, saya dijuluki “Manusia KSR” karena sering merusak apapun yang saya pegang, dan sering melakukan kesalahan dalam berbuat sesuatu. Dan Abid yang menyadari bahwa dirinya adalah orang yang teledor-maksimal. Dan kami disatukan dalam permasalahan ini. Tak perlu membayangkan.

Syahdan, pada hari itu, Abid keluar dari kelas pas jam 9an buat ngeprint seperangkat proposal dan surat-surat untuk dekanat. Saya baru keluar kelas jam 10an. Karena saya dan Abid beda kelas kuliah, kita baru ketemu pas menjelang dhuhur. Saya meriksa proposal dia, dan dia meriksa proposal saya.

“Dil, proposalnya kan harus rangkap empat.” Kata Abid.
“Oh iya? Bukannya rangkap tiga?” 
“itu tahun kemarin.. ”

Saya menelan ludah. Itu kesalahan proposal saya. Saya kemudian menunjukkan pada Abid kesalahan dalam proposalnya.

“Ini maksudnya apa cover sama isinya berbeda fasa 180 derajat gini (alias kebalik)?”
Abid terdiam. “Oke, kita ke tukang print bareng..” kata dia pelan. Lebih ke lemes kali ye..
“Sekalian aku mau ngopy surat permohonan dana kamu ya. Aku belum bikin.” Kataku. Abid mengiyakan. 

Kami berdua pun pergi ke asrama buat ngeprint. Untungnya di tempat ngeprint di asrama lagi ga terlalu penuh, jadi disini lancar jaya.

Dari asrama, kita ngebut ke jurusan buat nyari Fadlan karena kita membutuhkan tanda tangannya yang sakral untuk masalah beginian. Fadlan ada di jurusan, dan saat saya dan Abid ngejar-ngejar dia buat minta tanda tangan, dia sepertinya merasa kegantengan. Sial.

Habis dapet tanda tangan Fadlan, kita sakau buat nyari Kahim, Hafizh. Dari informasi yang saya dapatkan di suatu pelayanan pesan pendek alias sms, Hafizh mau menuju ruhim (ruang himpunan). Maka dengan semangat 70, saya dan Abid bergegas ke ruhim untuk mendapat tanda dari tangannya Hafizh.

Pas nyampe Ruhim, di dalem ruhim juga ternyata sedang chaos oleh orang-orang yang mau pergi nyari sponsor OSCAR. Ada Inung juga, anak Departemen Sosial, yang sama-sama mengincar tanda tangan Hafizh. Tapi dia sumpah iseng banget pas bilang gini ke Abid,

“Kang Abid, kok surat dana ke Pembantu Dekan sih? Bukannya namanya udah jadi Wakil Dekan ya?”

Oh My GOD. Iseng banget kan? Karena setelah dia bilang gitu, saya sama Abid langsung chaos. Soalnya, saya juga ngopy surat dari Abid dan otomatis salah. Abid termangu.

“Ivan, pinjem motor.” Pinta saya inisiatif berniat mau langsung ngeprint. Ivan kaget ketika saya minta gitu, dan seketika wajahnya langsung ketakutan.

“Dil, tolong jangan rusakin motor sayaa... ” mohon Ivan.

Ya Tuhan ... reputasiku.. saya menangis dalam hati.
Tapi begitu Abid tersadar dari keterkejutannya, dia meminjam motor pada Ivan. Untung Abid yang minjem masih dikasih sama Ivan. Lalu dengan tingkat kepanikan setingkat moderat, saya dan Abid segera berangkat. Saat fix tinggal starter motor, Abid masih sempet iseng.

“Dil, flash disk ga ada.”
“Ya Salaaam! Periksa di kantong celana, periksa di tas sana.”

Nunggu lagi...

“Dil ga ada! Di flash disk lu ga ada datanya?”

Saya geleng-geleng kepala lemes. “Tapi di laptop ada kan bid? Kita edit dulu aja.. ” saran saya.
Abid mengiyakan. Kami pun masuk ruhim bermaksud untuk mengedit surat permohonan dana untuk dekanat. Karena Abid mengingatkan saya pada flash disk saya – yang sebenarnya flash disk pinjeman – maka saya jadi pengen ngecek posisi itu flash disk, dan fix ga ada di tas!

PANIK !

Setelah ngerusuhin satu ruhim, baru keingetan kalo flash disk nya ketinggalan di tempat tadi ngeprint. Merasa bertanggung jawab atas barang milik orang lain, saya maksa ke Ivan untuk kasih pinjem motor biar saya bisa ke asrama lagi. Tapi emang reputasi ‘error girl’ ini udah terlalu melekat di diri saya. Ivan tetep ga percaya, dan akhirnya dia memutuskan untuk nganterin saya ke asrama. Alhamdulillah pas nyampe asrama, flash disknya masih ada karena disimpen sama abang yang jaga. Makasih ya bang. :’)

Balik lagi ke ruhim, Abid akhirnya beres ngedit. Karena dia berasumsi kalo flash disknya udah ilang, yaudah dia pinjem flash disk Toni. Dengan pede dan begitu yakin, Abid bilang gini ke saya ,

“The last show time !”


Tapi insting saya mengatakan, kita berdua nampaknya akan melakukan error lagi.. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar