Selalu begitu, akhir – akhir ini kembali seperti itu lagi.
Dulu, ketika masih semester 3, sangat dahsyat berontak –
berontak itu. Ya, hati bergejolak, kepala selalu bergolak. Ingin pindah kuliah.
Merasa amat sangat tidak bernyawa untuk belajar mengenai hal – hal saintis ini.
Kenapa gejolak itu bisa teredam? Yaaah.. terlalu kuat faktor redamannya. (Sial,
jadi bawa-bawa bahasan gelombang).
Seseorang dengan inisial AA (Bukan artis short time ya),
memberi saya pelajaran. Mengatakan hal – hal yang fluktuatif, tak bisa ditebak
apakah ia mendukung atau melawan keputusan saya untuk pindah kuliah. Saya
bingung, ini orang maksudnya apa. Tapi nasihatnya yang melawan keinginan saya
untuk berontak, ternyata membuat saya lebih tenang. Hingga akhirnya teredam,
tapi nampaknya tidak benar – benar menuju keadaan diam. (jadi bahas gelombang
lagi -_- bangz)
Kemudian, dia pergi, entah pergi, entah apa. Yang jelas ,
saya awalnya tetap mampu mengikuti segala hal gila ini, mengikuti nasihatnya.
Karena salah satu nasihat utamanya, ‘Pikirkan ibu kamu’
Sekarang sudah semester 6, sudah mau uas juga. Kuliah semakin
sedikit, tapi semakin menekan. Dan usia juga sudah 20-an, plus satu
bahkan. Kemudian. Saya belum menjadi apa –apa. Pelan – pelan, derak – derak mulai
bermunculan, menyobek – nyobek pikiran. Mengatakan hal – hal angkuh yang
menyudutkan diri sendiri. Mempertanyakan keberadaan saya. Dalam keadaan
terdesak, di bawah tekanan dalam mengerjakan tugas yang jarang saya beri hati
saat mengerjakannya, saya suka keadaan itu.
Kepala saya mau meledak. Jantung saya seakan pindah ke ubun –ubun,
segalanya berdetak di kepala saya. Adrenalin meningkat, dan keputusan –
keputusan ekstrim diciptakan. ‘Pikirkan ibu kamu’ hanya menenangkan sesaat. Kemudian gejolak
nya semakin besar. Ada penguatan yang mengatakan ‘Sedang apa kamu disini? belum
ada kata terlambat untuk sadar’
Seketika keberanian memuncak, kegilaan sedang gila-gilanya,
dan saya ?
TERJEBAK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar